MODEL PEMBELAJARAN DI PAUD
Pertemuan ke 15
MODEL PEMBELAJARAN DI PAUD
1. Pembelajaran Klasikal
Pengajaran klasikal merupakan kemampuan
belajar yang utama. Hal itu disebabkan oleh pengajaran klasikal merupakan
kegiatan mengajar yang tergolong efisien. Secara ekonomis, pembiayaan kelas
studi lebih murah, oleh karena itu ada jumlah minimum pembelajar atau siswa
dalam kelas. Jumlah pembelajar atau siswa tiap kelas pada umumnya berkisar
antara 10-45 orang. Dengan jumlah tersebut seorang pembelajar atau siswa masih
dapat belajar secara klasikal berarti melaksanakan dua kegiatan sekaligus,
yaitu pengelolaan pelajaran. Pengelolaan kelas adalah menciptakan kondisi yang
memungkinkan terselenggaranya kegiatan belajar.
Pada dasarnya dengan bentuk pengajaran
klasikal seorang pengajar dapat mengajar suatu kelompok dengan jumlah murid
yang tak terbatas. Pada kenyataannya selama pengajaran klasikal itu murid harus
mengerjakan dua hal yaitu mendengarkan dan membuat catatan. Belajar secara klasikal cenderung
menempatkan siswa dalam posisi pasif, sebagai penerima bahan ajaran. Upanya
mengaktifkan siswa dapat menggunakan metode Tanya jawab, demonstrasi, diskusi
dan lain-lain yang sesuai dengan para murid-muridnya sehubungan dengan hal itu
Pesta Lozzi mengatakan tujuan pendidikan adalah tercapainyai perkembangan anak
yang serasi mengenai tenaga dan daya jiwa. Untuk membantu peserta didik memikul
tanggung jawab atas perilakunya dan tanggung jawab socialnya sehingga dapat
digunakan dalam lingkungan kelas. Model ini dalam kelas diwujudkan bentuk suatu
pertemuan dimana kelompok bertanggung jawab untuk membangun system social yang
sama.
Pendekatan yang Tepat
dalam Pembelajaran Klasikal
Dalam melaksanakan suatu proses belajar
mengajar, sebaiknya setiap guru melakukannya dengan menggunakan berbagai
pendekatan pembelajaran. Kegiatan mengajar yang dilakukan guru dengan
pendekatan tertentu akan bermakna, apabila materi yang disajikan kepada siswa
dapat dimengerti oleh sebagian besar siswa atau seluruh siswa. Harus dipahami,
bahwa kadang-kadang guru dalam mengajar, melakukan pendekatan dengan cara lain
sedangkan siswa juga melakukannya dengan pendekatan yang tidak diberikan oleh
gurunya. Misalnya, guru menyampaikan operasi penjumlahan dengan pendekatan
garis bilangan, tetapi siswa dapat melakukannya dengan pendekatan himpunan.
Pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran klasikal biasanya
menggunakan pendekatan spiral.
Pendekatan spiral adalah pendekatan yang
dipakai untuk mengajarkan konsep. Selanjutnya dikatakan bahwa pendekatan spiral
materi tidak diajarkan dari awal sampai selesai dalam sebuah selang waktu,
tetapi diberikan dalam beberapa selang waktu yang terpisah-pisah. Pada selang
waktu pertama konsep diajarkan secara sederhana, misalnya dengan cara intuitif
melalui benda-benda konkret atau gambar-gambar sesuai dengan kemampuan murid.
Pada tahap berikutnya konsep yang diajarkan secara sederhana dapat diperluas
lagi, sehingga murid dalam belajar matematika dapat dilakukannya secara
sistematik. Secara singkat dapat dikatakan pendekatan spiral merupakan suatu
prosedur yang dimulai dengan cara sederhana dari konkret ke abstrak, dari cara
intuitif ke analisa dari eksplorasi (penyelidikan) kepenguasaan dalam jangka
watu yang cukup lama, dalam waktu yang terpisah-pisah mulai dari tahap yang
paling rendah hingga yang paling tinggi.
2. Pembelajaran Individual
Model Pembelajaran Individual menawarkan
solusi terhadap masalah peserta didik yang beraneka ragam tersebut.
Pembelajaran individual memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
menentukan sendiri tempat, waktu, kapan dirinya merasa siap untuk menempuh
ulangan atau ujian. Pembelajaran individual mempunyai beberapa ciri, sebagai
berikut :
a. Peserta
didik belajar sesuai dengan kecepatannya masing – masing, tidak pada kelasnya.
b. Peserta
didik belajar secara tuntas, karena peserta didik akan ujian jika mereka siap.
c. Setiap unit yang dipelajari memuat tujuan
pembelajaran khusus yang jelas.
d. Keberhasilan
peserta didik diukur berdasarkan sistem nilai mutlak. Ia berkompetisi dengan
angka bukan dengan temannya.
Salah satu model pembelajaran individual
yang sangat populer beberapa waktu yang lalu adalah pembelajaran dengan modul.
Modul adalah suatu paket pembelajaran yang memuat suatu unit konsep
pembelajaran yang dapat dipelajari oleh peserta didik sendiri. Sistem
pembelajaran ini didasarkan pada prinsip-prinsip pembelajaran terprogram.
Setiap siswa diarahkan pada program belajar masing-masing berdasarkan rencana
kegiatan belajar yang telah disiapkan oleh guru atau guru bersama siswa berdasarkan
tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dan dirumuskan secara operasional.
Rencana kegiatan ini berkaitan dengan materi pelajaran yang harus dipelajari
atau kegiatan yang harus dilakukan siswa.
Dalam buku “Berpikir Lateral” oleh :
Edward de Bono, berpikir lateral adalah cara berpikir yang berusaha mencari
solusi untuk masalah terselesaikan melalui metode yang tidak umum, atau sebuah
cara yang biasanya akan diabaikan oleh pemikiran logis. Edward De Bono
membedakan cara berpikir ini dari berpikir vertikal. Berpikir vertikal adalah
cara berpikir yang tradisional atau logis. Berpikir vertikal melihat solusi
melalui pandangan yang wajar dari masalah atau situasi dan bekerja melalui itu,
umumnya dalam jalur yang paling biasa terpilih (umum). Di sisi lain, berpikir
lateral menunjukkan bahwa pemecah masalah dengan cara mengeksplorasi berbagai
pendekatan solusi yang menantang, bukan sekedar menerima solusi umum yang
tampaknya paling potensial. Dalam hal ini Edward De Bono sendiri tidak
bertentangan dengan pemikiran vertikal, ia melihat berpikir lateral sebagai
proses yang melengkapi sehingga membuat solusi lain lebih kreatif.
Perbedaan antara berpikir lateral dan
berpikir vertikal dapat dinyatakan dalam beberapa cara. Antara lain alternatif
(memikirkan banyak cara di luar pendekatan yang jelas), nonsequentiality
(melompat keluar dari kerangka referensi atau bekerja dari beberapa titik dan
menghubungkan mereka bersama-sama), proses seleksi (berpikir di luar
perkembangan logis ke jalur yang mungkin tampak salah) dan perhatian
(pergeseran dalam fokus perhatian langsung).
3. Pembelajaran Bersifat Permisif
Pembelajaran bersifat permisif yaitu anak
diberikan kebebasan untuk melakukan apa yang ingin ia lakukan sesuai dengan
pembelajaran di kelas. Jenis pendekatan ini menekankan pada segi kebebasan
penuh terhadap anak didik. Kebebasan adalah hak setiap orang. Belajar itu
sendiri berlangsung dalam diri masing-masing, tak dapat dipaksakan. Hasil
belajar dianggap akan optimal jika sesuai dengan minat dan keinginan peserta
didik. Oleh sebab itu, menurut pandangan ini, jangan ada pengarahan-pengarahan
atau petunjuk-petunjuk.
Pendekatan permisif digunakan
sewaktu-waktu untuk memberi kesempatan peserta didik menciptakan bentuk baru
atau mencoba bahan baku. Misalnya, pembelajaran kerajinan membatik teknik ikat
celup untuk siswa kelas Sekolah Dasar; setiap siswa dibolehkan menciptakan
sendiri bentuk-bentuk baru. Contoh lainnya, dalam kegiatan menggambar ekspresi
(menggambar bebas). Namun sesungguhnya pendekatan permisif penuh jarang
dilakukan, karena ada saja keharusan mentaati aturan kerja atau ada saat-saat
siswa perlu petunjuk instruktur.
Komentar
Posting Komentar